PWMJATENG.COM – Dalam sebuah tausiyah yang disampaikan oleh Dr. H. Ibnu Hasan, M.Ag., Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, umat Islam diajak untuk merenungi pentingnya mengamalkan Islam secara kaffah, yaitu secara menyeluruh dan penuh komitmen.
Ibnu Hasan mengawali tausiyahnya dengan mengutip kisah dari kitab Asbabun Nuzul karya Jalaluddin as-Suyuti. Beliau menjelaskan bahwa suatu ketika, Nabi Muhammad SAW menerima seorang sahabat yang datang ke rumahnya, yang juga berfungsi sebagai masjid. Sahabat tersebut bertanya mengenai hari Sabtu, yang dianggap sebagai hari yang diagungkan. Nabi kemudian menjelaskan bahwa beliau juga mengagungkan hari Sabtu dengan beribadah, sebagaimana yang dilakukan umat Yahudi.
“Terdapat banyak hikmah dari kisah tersebut, salah satunya adalah tentang pentingnya mengambil pelajaran dari kebiasaan baik yang diajarkan oleh para nabi sebelumnya,” ungkap Ibnu Hasan. Ia menambahkan bahwa umat Islam harus tetap menjaga semangat beribadah dalam segala keadaan, terlepas dari tantangan yang dihadapi.
Dalam kesempatan tersebut, Ibnu Hasan juga menyinggung peristiwa ketika kaum Quraisy menghalangi Nabi dan para sahabat untuk beribadah. Meski mengalami berbagai ancaman dan siksaan, Nabi Muhammad SAW tetap bersikap ramah dan berharap agar kaum Quraisy dapat memeluk Islam. “Sikap sabar dan kasih sayang Nabi dalam menghadapi tantangan inilah yang seharusnya kita teladani, terutama dalam menghadapi berbagai tantangan hidup saat ini,” ujar Ibnu Hasan.
Islam Kaffah: Kunci Menuju Ketaatan Sempurna
Salah satu poin utama yang ditekankan dalam tausiyah tersebut adalah pentingnya mengamalkan Islam secara kaffah. Ibnu Hasan mengutip Surat Al-Baqarah ayat 208 yang mengajak umat Islam untuk masuk ke dalam Islam secara keseluruhan, bukan setengah-setengah. “Makna kaffah adalah mengamalkan seluruh ajaran Islam, mulai dari yang wajib hingga yang sunnah. Segala bentuk ibadah, termasuk tahajud, harus diupayakan semaksimal mungkin,” katanya.
Ia menambahkan bahwa menjalankan Islam secara kaffah berarti tidak mencampurkan iman dengan hal-hal duniawi yang bisa mengaburkan ketulusan pengabdian kepada Allah. “Orang yang beriman dengan kaffah akan mendapatkan jaminan surga dari Allah, asalkan mereka menjaga keikhlasan dan tidak tergoda oleh dunia,” tegas Ibnu.
Menjaga Kemurnian Ibadah
Lebih lanjut, tausiyah ini juga menyoroti pentingnya menjaga kemurnian ibadah dari segala bentuk syirik. Ibnu Hasan mencontohkan sikap Umar bin Khattab yang mencium Hajar Aswad bukan karena meminta berkah dari batu tersebut, melainkan sebagai bentuk kecintaan dan pengikutannya terhadap Nabi Muhammad SAW. “Kita tidak meminta pertolongan kepada benda, melainkan hanya kepada Allah. Agama harus bersih dari segala bentuk syirik,” tuturnya.
Baca juga, Sadumuk Bathuk Senyari Bumi: Menjaga Harga Diri dan Kehormatan
Ibnu Hasan juga menegaskan bahwa dalam melaksanakan ibadah, terutama saat berhaji atau berumrah, tujuan utama haruslah mencari keridhaan Allah, bukan sekadar berdoa untuk kesuksesan duniawi. “Jika kita sampai di Baitullah, maka harus didasari dengan niat yang ikhlas untuk mendapatkan keberkahan dari Allah,” imbuhnya.
Menyebarkan Kebaikan dalam Setiap Langkah
Selain membahas aspek spiritual, Ibnu Hasan juga menekankan pentingnya menyebarkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari. Ia mengingatkan bahwa umat Islam diajarkan untuk beramar makruf nahi mungkar, namun harus dilakukan dengan cara yang baik dan penuh hikmah. “Bahkan dalam mengajak kebaikan, kita harus menggunakan cara yang makruf, sesuai dengan perintah Allah dalam Al-Quran,” ungkapnya.
Ibnu Hasan menambahkan bahwa Muhammadiyah hadir sebagai gerakan Islam yang bertujuan untuk membangun umat, bangsa, dan kemanusiaan yang lebih baik. Muhammadiyah, lanjutnya, selalu berusaha agar Islam tidak hanya menjadi agama pribadi, tetapi juga menjadi nilai-nilai yang membangun masyarakat yang lebih adil dan sejahtera. “Inilah peran Muhammadiyah, sebagai gerakan yang membawa Islam menjadi nilai kehidupan yang membangun umat terbaik, sesuai dengan perintah Allah,” kata Ibnu Hasan.
Istiqomah dalam Kebaikan
Sebagai penutup, Ibnu Hasan mengajak umat untuk senantiasa berusaha menjadi lebih baik dan istiqomah dalam kebaikan. Ia mengingatkan bahwa kehidupan di dunia adalah persiapan untuk kehidupan setelah mati. “Orang yang selamat di akhirat adalah mereka yang selalu mengingat Allah dan mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah mati,” ujarnya.
Menurut Ibnu Hasan, segala tindakan yang dilakukan umat Islam harus didasari dengan keikhlasan dan rasa syukur kepada Allah. “Allah Maha Mengetahui apa yang kita butuhkan, bukan sekadar apa yang kita inginkan. Oleh karena itu, marilah kita jalani hidup ini dengan penuh syukur dan ikhlas, selalu berusaha melakukan yang terbaik dalam segala bidang,” tutupnya.
Kontributor : Zidan
Editor : M Taufiq Ulinuha
The post Ibnu Hasan: Berislam yang Kaffah Tidak Mencampurkan Iman dengan Nafsu Duniawi appeared first on Muhammadiyah Jateng.