Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta (FKK UMJ) menyelenggarakan Workshop Pain Management Level I Indonesian Neurosurgical Pain Society, Jum’at (28/02/2025). Acara yang diselenggarakan di Gedung FKK UMJ Cirendeu ini, bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dokter bedah saraf dalam menangani pasien.
Baca juga : JINS Week 2024, Tempat Belajar Dokter Spesialis Bedah Saraf Muda
Dalam sambutannya, Dekan FKK UMJ, Dr. dr. Tri Ariguntar Wikaning Tyas, Sp.PK., mengapresiasi kegiatan workshop ini dan berterima kasih kepada sponsor yang mendukung terlaksananya kegiatan tersebut.
“Selamat datang para dokter, kami sangat senang dan berharap bahwa kegiatan ini dapat terus berlanjut karena ini masih level 1, masih dasar. Karena dilaksanakan di FKK, tentunya ini bagian dari promosi tentang FKK UMJ terutama dikalangan dokter bedah saraf yang menangani pain intervensi” ujarnya.
Lebih lanjut, Ia juga berharap workshop ini dapat dilaksanakan dua kali dalam setahun dan berharap pesertanya bertambah, sehingga akan lahir lebih banyak dokter spesialis bedah saraf di Indonesia.
Ketua Program Studi Profesi Dokter FKK UMJ dr. Zainy Hamzah, Sp.BS., menjelaskan bahwa diadakannya workshop Interventional Pain Management bertujuan untuk menambah kompetensi dokter spesialis bedah saraf sehingga dapat melayani banyak pasien.
“Workshop ini khusus untuk spesialis bedah saraf, pain management level 1, baik ultasonografi maupun fluoroscopy. Jadi nanti diadakan berjenjang dengan tujuan kompetensi para dokter bedah saraf makin tinggi, sehingga kita bisa lebih banyak melayani pasien” katanya.
Ketua Indonesian Neurosurgical Pain Society (INPS) dr. Stephanus Gunawan, Sp.BS., FINSS., SINPS., FIPP saat diwawancarai menyampaikan bahwa dokter bedah saraf boleh mengerjakan pain intervensi dengan batasan-batasan tertentu.
“Tujuan workshop ini selain meningkatkan skill dan kompetensi dokter bedah saraf dalam mengerjakan tindakan pain intervensi, kita juga berharap kedepannya semakin banyak dokter bedah saraf yang aware untuk tindakan pain intervensi, karena yang boleh mendapatkan kompetensi untuk mengerjakan pain intervensi itu ada lima, yaitu dokter anastesi, ortopedi, bedah saraf, rehab medik, dan neurology,” ujarnya.
Stephanus menambahkan bahwa keunggulan dari diadakannya workshop ini adalah agar para spesialis dokter bedah memiliki daya saing dengan dokter lain. Sehingga kualitas pelayanan dan hasil yang dicapai lebih baik dalam menangani pasien nyeri.
Senada dengan hal itu, Dr. dr Ferry Senjaya, Sp.BS, F-NF, IFAANS, FINPS, FINSS, menjelaskan bahwa workshop yang menggunakan ultrasound sebagai penunjang untuk tindakan pain intervensi bertujuan untuk meningkatkan kapasitas kelilmuan bagi dokter spesialis bedah saraf dalam menangani pasien nyeri dapat lebih terarah.
“Workshop ini masih awal, level 1, tujuannya adalah jika menggunakan alat penunjang ultrasound ataupun fluoroscopy, maka dokter spesialis bedah saraf dapat menangani pasien nyeri dengan lebih terarah, terukur dan presisi, hasilnya pun lebih optimal,” jelasnya.
Salah satu peserta dr. Gigih Aditya, Sp.BS. yang merupakan perwakilan Rumah Sakit Dr. Soedono Madiun berharap workshop selanjutnya dapat dilaksanakan dengan skala yang lebih besar, dan instruktur yang lebih banyak. Karena ilmu yang didapat menjadi bekal dokter bedah saraf ketika melakukan praktek dilapangan.
Workshop ini terselenggara atas didukungan dari beberapa sponsor diantaranya, Siemens Healthineers, Sonna Mendika Jaya, serta Dexa Medica.
Editor : Dian Fauzalia
Artikel FKK UMJ Selenggarakan Workshop Interventional Pain Management Level 1 pertama kali tampil pada Universitas Muhammadiyah Jakarta.