MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA– Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP), Abdul Mu’ti berharap pers bukan hanya sebagai mediator, tetapi juga hadir sebagai moderator sekaligus sebagai edukator. Kekinian meski berada di era digital, namun bangsa Indonesia masih mengalami literasi digital. Oleh karena itu, pers diharapkan mengambil peran lebih penting lagi. Peran pers sebagai mediator, moderator, dan edukator tersebut akan membawa kehidupan demokrasi Indonesia lebih sehat dan bermartabat.
“Masyarakat perlu mendapatkan pendidikan dan pembelajaran dari media bagaimana mereka bisa memilah dan memilih yang haq dari yang hoax,” ucap Mu’ti di acara Forum Pemred, Jumat (5/8).
Selanjutnya, dari peran media publik atau masyarakat bisa membedakan fact dan yang fake. Menurutnya sekarang ini antara yang haq dan hoax sudah campur aduk, Mu’ti menyebutnya sebagai syubhat pemberitaan. Selain itu, Mu’ti mendorong media untuk membuka data Dictatorship Dataset dan memberikan kesempatan masyarakat untuk melakukan penilaian sebagai bagian penting dari posisi media sebagai mediator, moderator dan edukator.
Menghadapi tahun politik 2024, Abdul Mu’ti menyebut bahwa tantangan demokrasi Indonesia kedepan adalah demokrasi yang berkualitas dan demokrasi yang bermartabat.
“Kami sebagai rakyat berharap supaya pengalaman dari 2019 tidak terulang, dimana kami hanya salah satu dari dua pasangan yang ada. Kami berharap ada tiga pasangan, supaya pilihannya agak lumayan. Kalau hanya dua kan seperti memilih true – fouls,” ucapnya.
Terkait posisi Muhammadiyah dalam kontestasi politik, Mu’ti berseloroh bahwa Muhammadiyah tidak bisa tarik kanan-kiri, karena sedikit dan mataharinya cuma satu.
“Tetapi kedepan bukan persoalan itu, tetapi kedepan kita berpikir bagaimana kami sebagai bagian dari bangsa dan bagian dari masyarakat Indonesia ini juga bisa turut berperan serta bagaimana agar pers berkualitas dan bangsa itu menjadi bangsa yang cerdas”. Tutur Mu’ti.
The post Tiga Peran Pers Menurut Abdul Mu’ti Supaya Demokrasi Indonesia Berkualitas dan Bermartabat appeared first on Muhammadiyah.